Hmmm...tadi malam mimpi itu datang.
Perempuan itu,, Perempuan itu sempoyongan-
menggenggam pelita di gelap hitamnya malam.
Perempuan itu tersenyum, tersenyum dalam lesu di batas rasa.
Lalu seucap mengalir pelan, diantara air keharuan ataukah
air derita yang membasahi rona kehampaan perempuan
berjelaga hitam ; “Aku keperihan, kaki-ku
terbelenggu pada rantai setembaga bara, yang
melepuhkan kaki-ku yang ku jadikan topangan”.
Wahai engkau perempuan...
Perempuan yang tersudut di tepi malam
Rintihan demi rintihan, kian
bersahaja di ucap aksara keperihan
Seakan terselimuti beratnya keinginan,,
keinginan tuk lebih dihancurkan
Keinginan terkuliti
Keinginan tercaci maki
Sekira tak henti mengulum pencerca
yang menebas dengan kilauan penghinaan
Wahai perempuan yang berdansa bersama aksara dilatar hitam
Santun sapamu mengecup bilah tajam pedang kehancuran,
gersangkan oase kesabaranku diantara derit kerenikan malam
Ingin ku tempa seringai kebuasan bersama garangnya kemurkaan
Kujang-ku melebihi tajamnya belati tajam,
bersama seribu erang bagai Singa garang yang
menatap tajam pada se-ekor menjangan
Hanya satu tanya-ku bagimu, wahai
perempuan memerih ditepi sudut malam
Hingga bila idealis cinta-mu yang berhamburan di
puing kasih engkau perjuangkan..?
Bangkitlah,,bangkitlah dari beratnya
beban puing-puing kehancuran
Wahai engkau perempuan,,
perempuan yang cahya mu bagai pulam
Jangan biarkan kilaumu menjadi kusam
Kembalilah menari,,kembalilah menari dengan
segala keindahan dan gemulai-mu di bibir bulan
------------------------------------------------------
~Penghuni Bukit Padang Ilalang~
Ludwig Caspar - 11 Januari 2013