Malam semakin terlarung dalam perjalanan yang kian sepi
Dihamparan kalam lukisan alam tiada jua bahana renik kehidupan
Jauh..jauh menyusuri pandangan,,yah pendangan tegakku
yang memaku bumi menghadap kelabir temaram yang terbentang
Dan...
Desahku semakin panjang, yang sekira kupersembahkan
mengisi kebisuan dalam tiap mimpi dari segala yang
terbaring dalam lena lelap yang penuh kenikmatan
Wahai dewa dewi yang bersemedi di balik temaram
Perdendangkanlah kecapimu dan lantunkanlah syair indahmu,
hingga pesiar pemuja khalbu bangkit tuk menari dengan
terpenuhi oleh liukan kegemulaian rindu
Duhai pujangga-pujangga hutan lingga nan menashbihkan syair-syair pilu
Hentikan,,,duduklah dan bungkam kerincing-kerincing kakimu
yang se-akan memberhala pada tiap parut keperihan mereka,
insan-insan yang sekarat oleh cerat marut beling kasih itu
Malam...hingga dimana tuju titianmu...tak tampak jua rumput
dipadang tuk tertapak sebagai akhir ujungmu di lintas samudara
biru yang hening menyembilu walau tenang namun tak bertepi itu
Hmmmm...malam,,rasa'ilah letihku yang menatap labir mu
Biarkan,,biarkan sejenak aku berbaring di perhentianku,
dan kembali bangunkan aku dengan sejukmu, agar tiada lupaku
menekur sujud dan melantunkan dzikir di atas sajadah malamku
Malam...temani lelapku...
"Penghuni Bukit Padang Ilalang"
Ludwig Caspar - 26 Oktober 2012
0 Comments
